Kardiomiopati peripartum merupakan gangguan pada otot jantung yang dapat dialami mulai dari ibu hamil satu bulan, akhir masa kehamilan, menjelang persalinan, hingga 5 bulan setelah persalinan. Walaupun bukan merupakan penyakit yang umum, kardiomiopati peripartum dapat menyebabkan komplikasi yang berat serta meningkatkan dengan angka kesakitan dan kematian pada Ibu hamil. Angka kematian yang terjadi akibat kardiomiopati peripartum bervariasi antara 5-50% pada beberapa negara.
Faktor risiko yang berhubungan dengan kardiomiopati peripartum dalam beberapa studi adalah hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia, kehamilan kembar, usia ibu hamil di atas 30 tahun, serta riwayat kardiomiopati dalam keluarga. Penyebab kardiomiopati peripartum belum diketahui dengan pasti namun terdapat beberapa hipotesis yang mengaitkan dengan respon inflamasi pada otot jantung, stres oksidatif dan prolaktin, serta microchimerism.
Tanda dan Gelaja Kardiomiopati Peripartum
Pada kardiomiopati peripartum terdapat penurunan fungsi kontraksi jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Gangguan kontraksi menyebabkan penumpukan darah atau kongesti dengan gejala seperti:
- Sesak nafas saat aktivitas
- Sesak nafas bila berbaring
- Batuk ataupun terbangun saat tidur malam karena sesak nafas
- Bengkak pada kedua tungkai bawah
- Berat badan semakin bertambah karena penumpukan cairan
- Perut semakin membesar, terdapat rasa penuh/begah
Keluhan tersebut sering kali tidak begitu dihiraukan karena pada saat hamil sering terdapat keluhan yang serupa seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Diagnosis Kardiomiopati Peripartum
Diagnosis kardiomiopati peripartum ditegakkan berdasarkan :
- Terdapat keluhan kongesti yang dirasakan satu bulan sebelum hingga lima bulan setelah melahirkan
- Fungsi kontraktilitas jantung kiri kurang dari 45% pada pemeriksaan ekokardiografi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis lain pada kardiomiopati peripartum meliputi :
- Echocardiografi
Echocardiografi dilakukan untuk menilai fungsi jantung, kontraktilitas jantung bagian kiri dan kanan, ukuran ruang-ruang jantung, ada tidaknya penebalan otot jantung, kelainan katup jantung, adanya thrombus, serta kelainan struktural lain.
- Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi tidak spesifik dalam diagnosis kardiomiopati peripartum. Hasil pemeriksaan elektrokardiografi yang normal tidak menyingkirkan diagnosis peripartum kardiomiopati. Namun pada pemeriksaan EKG dapat dinilai ada tidaknya pembesaran jantung, kelainan irama jantung, maupun kelainan elektrokardiografi lain.
- Pemeriksaan laboratorium
Kadar Brain Natriuretic Peptide (BNP) dan N terminal pro-BNP akan sangat meningkat pada kardiomiopati peripartum, namun pada kehamilan normal tidak signifikant meningkat, begitu pula pada preeklampsia biasanya hanya sedikit meningkat.
- Biopsi Endomiokardial
Apabila terdapat kecurigaan seperti miokarditis giant cell, biopsi endomiokardial dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis differensial.
Tatalaksana Kardiomiopati Peripartum
Tatalaksana pada kardiomiopati peripartum segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan dengan mempertimbangkan keamanannya untuk ibu hamil dan menyusui. Tatalaksana yang diberikan dibagi berdasarkan klinis pasien yakni akut dan kronik . Apabila terjadi gagal nafas maupun sesak nafas yang berat diperlukan perawatan di ruang intensif. Pada kondisi akut, terapi suportif diberikan untuk memperbaiki kondisi hemodinamik, mengurangi gejala serta mencapai luaran yang baik untuk ibu dan kandungannya. Terapi suportif yang diberikan berupa diuretik, vasopresor dan intropik. Terapi lain yang diberikan berupa terapi gagal jantung meliputi diuretik, penghambat beta, hidralazin dan nitrat. Beberapa terapi seperti penghambat enzim pengubah angiotensin dan antagonis aldosteron bersifat teratogenik, oleh karena itu hanya dapat diberikan setelah bayi lahir.
Prognosis dan Kehamilan Setelah Mengalami Kardiomiopati Peripartum
Wanita yang pernah mengalami kardiomiopati peripartum berisiko mengalami kardiomiopati pada kehamilan selanjutnya. Risiko pada kehamilan selanjutnya terutama bergantung pada pemulihan sepenuhnya fungsi otot jantung pasca kejadian kardiomiopati sebelumnya serta fungsi kontraktilitas jantung sebelum hamil. Berdasarkan panduan European Society of Cardiology tahun 2018, disarankan untuk mencegah kehamilan selanjutnya apabila fungsi kontraktilitas jantung pasca peripartum kardiomiopati tidak lebih dari 50%. Wanita dengan pemulihan kontraktilitas otot jantung lebih dari 50% memiliki risiko komplikasi yang lebih rendah pada kehamilan selanjutnya, namun tetap memiliki risiko gagal jantung berulang. Konsultasi dengan dokter serta konseling dalam perencanaan kehamilan pasca kardiomiopati peripartum sangat diperlukan.
Artikel ditulis oleh dr. Ina Nadia, Sp.JP, FIHA (Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS EMC Sentul).