Usus buntu merupakan sebuah kondisi peradangan yang terjadi pada bagian apendiks atau usus buntu. Kondisi ini biasanya ditandai dengan gejala nyeri pada bagian perut kanan bawah. Gejala usus buntu sebenarnya hampir mirip dengan berbagai keluhan penyakit perut yang ada, sehingga banyak orang yang keliru dalam membedakan usus buntu dengan penyakit perut lainnya.
Gejala usus buntu
Untuk membedakan usus buntu dengan keluhan nyeri perut lainnya dapat dengan cara mengenali gejala-gejala yang ada. Pada umumnya, penderita usus buntu awalnya akan merasakan nyeri pada bagian ulu hati yang kemudian dalam beberapa jam rasa nyeri tersebut akan berpindah ke perut bagian kanan bawah dan nyerinya menetap pada bagian tersebut. Lalu biasanya usus buntu juga disertai dengan gejala mual, muntah hingga demam.
Selain itu, untuk membedakan usus buntu dengan penyakit perut lainnya dapat dengan melakukan pemerikasaan fisik dengan cara mengangkat kaki saat berbaring serta menekan bagian perut. Apabila bagian perut sebelah kanan ketika ditekan terasa nyeri, maka kemungkinan hal tersebut merupakan gejala usus buntu. Jika terdapat keluhan yang mengarah pada gejala usus buntu sebaiknya diperiksakan langsung ke dokter agar dapat ditangani dengan baik.
Apa yang menjadi penyebab usus buntu?
- Hiperplasia kelenjar getah bening
Kondisi ini terjadi ketika terdapat pembesaran pada kelenjar getah bening di pintu masuk usus buntu yang menyebabkan tertutupnya jalur keluar feses di usus buntu, sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan saluran pada usus buntu.
- Fekalit
Fekalit merupakan kondisi ketika terdapat penumpukan feses atau kotoran yang mengeras sehingga terjadi penyumbatan. Biasanya kondisi ini terjadi karena penderita kurang mengkonsumsi makanan berserat.
- Adanya parasit atau cacing
Walaupun jarang ditemukan, beberapa kasus usus buntu terjadi karena adanya parasit atau cacing yang berkembang kemudian menyumbat usus buntu. Biasanya parasit atau cacing berasal dari telor cacing yang masuk karena gaya hidup tidak sehat karena mengkonsumsi makanan yang tidak higienis.
Penanganan usus buntu
Penanganan usus buntu biasanya dilakukan dengan cara melakukan operasi pengangkatan usus buntu. Saat ini terdapat suatu metode baru yang dinamakan dengan metode laparoskopi atau yang disebut juga dengan operasi lubang kunci. Yang membedakan metode ini dengan metode konvensional adalah lebar sayatan pada metode laparoskopi hanya sekitar 1 centimeter. Sehingga metode ini tidak menimbulkan bekas luka yang signifikan serta proses recovery yang lebih cepat dibandingkan metode operasi usus buntu konvensional.
Pada kasus usus buntu ringan terdapat alternatif penanganan lain selain dengan cara operasi. Dimana yang dikatakan dengan kasus usus buntu ringan yaitu apabila setelah dilakukan CT Scan atau USG diameter usus buntu masih kurang dari 7 milimeter dan usus buntu belum pecah. Pada kondisi usus buntu seperti ini dapat ditangani dengan cara pemberian antibiotik oleh dokter yang kemudian akan dilakukan observasi selama 2 hingga 3 hari apakah nyeri pada perut berkurang atau tidak. Apabila nyeri tidak berkurang, maka akan tetap disarankan untuk melakukan operasi.
Dalam beberapa kasus, nyeri perut yang dialami penderita dapat kambuh kembali walaupun sudah menjalani operasi usus buntu. Hal ini biasanya terjadi pada operasi usus buntu yang sudah fatal, dimana usus buntu telah pecah. Selain itu, rasa nyeri juga bisa disebabkan karena sayatan bekas operasi yang terlalu besar sehingga menimbulkan perlengketan pada perut. Untuk benar-benar memastikan penyebab rasa nyeri pada perut, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui CT Scan agar dapat ditangani dengan tepat.
Usus buntu bukan merupakan penyakit genetik, sehingga penyakit ini dapat dicegah dengan cara menerapkan gaya hidup yang sehat. Hiperplasia kelenjar getah bening dapat mengalami pembesaran karena adanya bakteri yang masuk, artinya kita harus memastikan makanan yang kita konsumsi adalah makanan yang sehat dan higienis, serta tidak lupa untuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum makan.#LiveExcellently
Artikel di review oleh dr. Wendell Ken, SpB (Dokter Spesialis Bedah Umum RS EMC Sentul).