Manfaat dan Risiko Transfusi Darah Bagi Pasien, Ini yang Wajib Anda Ketahui!

Transfusi darah merupakan prosedur intervensi medis yang penting dan dapat menyelamatkan nyawa bagi orang yang membutuhkan. Prosedur ini dilakukan dengan memberikan darah atau produk darah dari donor kepada pasien (resipien) melalui jalur intravena. Transfusi darah umumnya dilakukan untuk menggantikan darah pasien yang hilang akibat kondisi tertentu, seperti pendarahan, cedera, atau untuk menambah volume darah pasien akibat kondisi medis lainnya. Pendonor akan melalui serangkaian pemeriksaan kesehatan untuk memastikan darah yang akan didonorkan bebas dari penyakit. Darah dapat diberikan secara utuh atau hanya komponen darah saja, misalnya sel darah merah, plasma darah, kriopresipitat, albumin, dan trombosit. Proses transfusi darah umumnya memerlukan waktu 1–4 jam.

Seperti halnya prosedur medis lain, transfusi darah memiliki manfaat dan risikonya tersendiri. Beragam manfaat dapat diperoleh bagi pasien yang mendapatkan transfusi darah, namun tidak menutup kemungkinan bahwa prosedur ini juga dapat mendatangkan risiko jika tidak dilakukan ataupun diawasi secara hati-hati. Lantas, apa saja manfaat dan risikonya?

Manfaat Transfusi Darah

Transfusi darah memiliki banyak manfaat medis yang signifikan, terutama dalam situasi kritis atau untuk pengobatan jangka panjang bagi pasien dengan kondisi medis tertentu. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari transfusi darah:

  1. Menggantikan volume darah yang hilang
    Transfusi darah dapat membantu menangani situasi medis kritis ketika seseorang kehilangan banyak darah akibat cedera, kecelakaan, pembedahan, atau perdarahan hebat. Beberapa operasi besar dapat menyebabkan kondisi kurang darah yang signifikan, sehingga transfusi darah dapat diperlukan untuk mendukung pemulihan.
  2. Mengatasi anemia
    Transfusi darah dapat dilakukan pada pasien dengan anemia berat, terutama yang tidak dapat diatasi dengan suplemen zat besi atau obat-obatan lainnya. Dalam hal ini, transfusi darah bertujuan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pasien.
  3. Mengatasi kelainan darah
    Gangguan pembekuan darah seperti hemofilia, kurangnya kadar trombosit (trombositopenia), thalasemia, atau sickle cell disease dapat ditangani dengan tindakan transfusi darah. Untuk membantu dalam pembekuan darah dan mencegah pendarahan, penderita hemofilia akan menerima plasma atau cryoprecipitate, sementara untuk penderita trombositopenia akan menerima transfusi trombosit.
  4. Mendukung perawatan kanker
    Kanker dan berbagai pengobatannya seperti kemoterapi dan radiasi dapat memengaruhi produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Oleh karena itu, transfusi darah umumnya dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan darah pasien.
  5. Mengatasi komplikasi kehamilan
    Transfusi darah dapat menyelamatkan nyawa ibu yang mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan. Transfusi darah juga dapat meningkatkan kesehatan ibu dan janin, terutama mengatasi anemia pada ibu hamil dengan memberikan darah yang dibutuhkan.
  6. Mengatasi penyakit ginjal kronis dan autoimun
    Pasien dengan penyakit ginjal kronis sering mengalami anemia atau kurang darah, sehingga dapat diuntungkan dengan transfusi darah. Transfusi darah juga dapat membantu dalam mengurangi gejala dan komplikasi penyakit autoimun yang mempengaruhi produksi darah.

Risiko Transfusi Darah

Meski memiliki banyak manfaat, transfusi darah memiliki beberapa risiko atau efek samping. Oleh sebab itu, prosedur ini perlu dilakukan dengan pertimbangan dan pengawasan medis yang tepat. Berikut adalah risiko yang dapat ditimbulkan dari transfusi darah:

  1. Reaksi alergi
    Pasien yang menerima transfusi darah bisa saja mengalami reaksi alergi, baik alergi ringan seperti gatal atau ruam pada kulit, maupun alergi berat seperti anafilaksis. Reaksi anafilaksis ditandai dengan adanya keluhan bengkak pada bibir dan mata, pusing, muntah, berdebar-debar, keringat dingin, gelisah, lemas, nyeri dada, sesak napas, syok, hingga hilang kesadaran. Alergi dapat terjadi ketika pasien mengalami reaksi terhadap protein atau zat tertentu yang terdapat di dalam darah pendonor.
  2. Demam
    Setelah beberapa jam menerima transfusi darah, pasien bisa saja mengalami reaksi demam. Hal ini seringkali terjadi dan tidak selalu berbahaya. Namun, jika demam disertai dengan gejala lain seperti sesak napas, nyeri dada, pingsan, atau koma, kondisi ini perlu mendapatkan penanganan medis segera oleh dokter.
  3. Infeksi
    Umumnya, proses donor darah telah diawasi secara ketat. Produk darah yang akan diberikan untuk transfusi pun telah diuji untuk memastikan darah dalam kualitas yang baik dan tidak mengandung virus, kuman, atau parasit tertentu.
    Namun, terdapat risiko kecil di mana pemeriksaan yang dilakukan tidak mampu mendeteksi penyakit secara akurat, sehingga pasien bisa tertular penyakit seperti HIV atau hepatitis B.
  4. Kelebihan cairan dan zat besi
    Transfusi darah dapat menyebabkan kelebihan cairan pada tubuh, menyebabkan gejala berupa sesak napas, lemas, hingga nyeri dada. Selain itu, transfusi darah juga dapat menyebabkan darah dalam tubuh kelebihan zat besi, terlebih lagi jika darah yang diberikan jumlahnya sangat banyak.
  5. Reaksi hemolisis
    Reaksi pascatransfusi tidak selalu muncul segera. Reaksi hemolisis dapat muncul beberapa hari pascatindakan, sehingga pasien harus memperhatikan jika terdapat gejala kulit menjadi kuning, urin berwarna gelap, disertai rasa lemas harus segera memeriksakan diri ke dokter.

Transfusi darah memiliki banyak manfaat bagi pasien, terutama dalam penanganan penyakit dan kondisi medis tertentu. Namun, di balik itu, prosedur ini juga dapat menimbulkan risiko. Konsultasikanlah dengan dokter atas manfaat dan risiko yang mungkin dapat ditimbulkan dari prosedur ini untuk kondisi Anda. Jika Anda mengalami keluhan setelah menerima transfusi darah, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang sesuai.

Baca juga: Baik Untuk Kesehatan, Ini 9 Manfaat Donor Darah

Artikel ditulis oleh dr. Patriotika Ismail, Sp.PD (Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS EMC Cikarang).